Gara-gara si Unyil

"Nonton sekaten Yuk!" Dia berkata sembari mengamit tanganku menuju motor.
"lagi bokek, Neng. Mana Miauw itu borosnya juga minta ampun." jawabku.
"Halah... cuma ke alun2x doang. Aku nggak ngajak'in mas muter-muter kok!" dia menyakinkan.
Aku cuma garuk-garuk kepala sembari mengikuti langkahnya.

Agak khawatir juga kalo' dia ngajak'in puter-puter. ujung-ujungnya pasti mampir ke suatu tempat yang aku nggak begitu suka. Tapi, aku mencoba mengikuti apa yang dia mau.

Pernah suatu kali, dia mengajakku bertemu dengan teman-temannya. Sudah kubilang belum gajian. "nggak apa-apa mas, orang kita cuma ketemuan kok. Gak pake' makan-makan." Dia bilang. Tapi, ujung-ujungnya keluar juga duit buat bayar Ice Cream yang "BUSYET..." Dua Cup empat puluh ribu...!!!

"Mas, Rezeki, Jodoh, dan Mati manusia itu sama Tuhan udah di gariskan." Begitu dia bilang ketika aku sedikit berkeluh kesah. (Maaf MP, Aku jarang Curhat lagi padamu. He..3x)
"Bukan aku tak percaya itu, hanya saja aku kira usahaku tak sepenuh hati." kataku.
"Tuhan Maha Adil, Mas. Tak mungkin Dia membeda-bedakan umatNya. Tuhan tak mungkin memberi Anugerah pada umatNya jika umat itu tak sanggup." ujarnya.

"Mas udah baca Laskar pelangi?" tanyanya.
"Belum" Jawabku. "Tapi, kalo' liat Filemnya udah."
"Si Lintang itu di karunia'i Tuhan Kepandaian. Tapi, Tuhan juga memberikan Anugerah ayahnya seorang nelayan. Dan akhirnya Lintang harus mengambil keputusan." Dia menjelaskan. "Jadi, Manusia itu pasti ada lebih dan kurangnya."
Ahh... ini anak bisa aja mengambil contoh.

Aku jadi teringat Film si Unyil. Pak Ogah yang setia di Pos Ronda dan selalu minta cepek. Si Pelit Pak Raden, yang punya istri dermawan. Bu Bariyah yang suaranya kenceng, tapi baik Hati. Memang Manusia ada lebih dan kurangnya.

"Kau tahu si Unyil, Neng..?" tanyaku padanya.
"Ohh.. Film Laptop si Unyil." katanya.
"Bukan, Film si Unyil itu Lho. yang ada Pak Raden, Pak Ogah, Bu Bariyah..."
"Hah? emang ada mas?" Dia bertanya Heran. Tuing..tuing...tuing...

Otakku mencoba rewind ke belakang. Film si Unyil itu, kira-kira Tahun 1980an-1994.

Ya ampun...
Haruskah aku meneruskan kisah ini? atau menganggap dia sebagai Adik saja.
Atau aku yang tak berani menyanyangi perempuan semacam dia.

Dia seorang Gadis remaja, Mahasisiwi semester 2, manis, pengertian (meski kadang menyebalkan, tapi aku anggap itu lucu).

Yang membuatku ternganga dan sedikit kaget;
Tak sadar, Perempuan di sampingku ini, ketika aku mengenyam bangku kuliah, dia masih Kelas 4 SD...!!!!

WAAAA.....
Ha..ha..ha...


(Terbayanglah, seorang Mahasiswa gondrong Pacaran dengan anak yang pakai rok Merah.)

Komentar

→ Mengtje ← mengatakan…
ha ha ha juga Ri ..
lagi membayangkan juga nih..
mamah depin DEWI mengatakan…
ada waktunya perbedaan umur jd tdk brarti mas. nasib kita sama ;-), ak beda 7,5th ma suami. ak ya suka mikir aneh yah lha wong aku br kls 6 koq pacaran ma anak kuliahan :-).
ada yg lbh gila lg, temenq nikah ma temen bpkq....
GroengerinE Ari mengatakan…
Ha..ha..ha..
aku sampai sekarang masih gak habis pikir.
GroengerinE Ari mengatakan…
udah kelar membayangkannya belum mak?
GroengerinE Ari mengatakan…
trus dulu beliau "nembak"nya gimana?
Bagi2x cerita dunk!
He..he..he..