Si d' Mon datang dengan Wajah kusut.
Dan meski sudah tak gondrong lagi, rambutnya sedikit Kumal.
Hebatlah dia sekarang.
Dipercaya oleh perusahaan untuk mengurusi kantor cabang.
Aku sudah pasang ancang-ancang berjuta alasan jika dia mengajakku keluar.
Pastilah nanti di permulaan pagi kami tak sadarkan diri.
Namun untuk menolak ajakan d'Mon, berat hati.
Diluar dugaan, tak dia melontarkan ajakan.
Hanya kami duduk di balkon, kemudian cerita dimulai.
“saya cape’ Groe, saya udah gak tahan lagi.” Ujarnya.
What? seorang d'Mon capek?
Bukan d'Mon yang aku kenal berada di sampingku ini.
d'Mon, yang benar2x Fight.
Di kampung, dia paling “kere” di antara kami.
Tapi, keinginan dia buat kuliah lebih hebat.
Dia kumpulkan biaya untuk membeli formulir pendaftaran.
Meskipun akhirnya itu dibayar mahal.
Kuliah dengan biaya yang gak jelas.
Dari pasang Pipa ledeng,
Benerin Slot pintu,
Jualan pita rambut,
Kurir Loundry,
Sampai naik ke genteng pasang antena dia lakoni.
Hebat… ternyata dia lulus pula.
Tak ada kiriman uang dari orang tuanya setelah lulus.
Tapi, tetap dia tak mau pulang.. (mungkin karena wanita).
Atau memang itu benar-benar keinginnanya.
Memang, terkadang kami yang mentraktirnya makan.
Semangatnya membuat kami kadang iri.
Jadi sales panci dengan Motor Pinjaman.
riang gembira dia bekerja.
Malam tiba, kami mencekok’inya dengan berbagai macam oplosan.
Paginya, dia harus sudah berada di kantor “panci”.
Tentu saja masih dengan mata merah.
Ha..ha..ha..ha… bukan kami jahat, Mon.
Tapi, itu karena kami teramat sayang padamu.
Jerih payahnya menghasilkan sesuatu.
Kawan-kawan bangga dengan motor mereka yang notabene keluaran terbaru.
Honda 80 d'Mon beli , dengan sedikit bantuan dari kekasihnya kala itu.
Kami menyebutnya “Supra Cup” yang jalannya merayap. Jiakakakakak…
Biarlah merayap, daripada “menengadah” bapak.
Ha..ha..ha..ha… Salut buatmu Mon!
Kesabaran d'Mon, membuat kami menganga.
Kekasih yang dia sayang pergi.
Tragisnya, bercintalah kekasih itu dengan anak buahnya pula.
Padahal, selama ini d'Mon yang mencukupi hampir segala kebutuhan mereka berdua.
Tak hanya sampai disitu, sempat kekasihnya kembali.
Namun, selang beberapa hari menghilang lagi.
Sampai sekarang tak lagi ditemui dimana rimbanya.
Dan d'Mon tak niat pula mencarinya lagi.
(ini Ikhlas apa pasrah Mon?)
Masih pula dia menyimpan trauma tentang wanita.
Kekhawatirannya mungkin masuk akal, namun terlalu berlebihan kukira.
Kekhawatiran tentang Kata "Nikah".
Mengapa harus ragu?
Bukankah kau pernah Hidup dengan angka 0 (Nol)
Dan nyatanya kau bisa melewatinya hingga sekarang tak menjadi tak lagi 0 (Nol)
Beruntunglah d'Mon, bisa menyalurkan hobi sembari bekerja.
Semacam seniman, semacam mesin industri pula.
d'Mon bilang;
“Hanya perlu sedikit inisiatif, untuk mendapatkan lebih”
Tak pernah kiranya d'Mon mengeluh.
Selama ini semuanya dia hadapi sendiri.
(bisakah aku sebut kau sombong?)
Tapi, Sore ini dia berulang kali menghela Nafas.
Mana “Dhani” yang selalu kau banggakan itu Mon?
Kenapa kekhawatiran itu muncul di benakmu?
Tak bolehkah kami bangga lagi padamu?
Mon…
Kau masih “berkiblat” layaknya Dhani kan?
Mon…
Kau sudah siap membuka hati kembali,tho?
Mon…
Dimana dupa Positif yang selalu kau bakar dulu?
Mon…
Kau masih percaya Tuhan kan?
kata terakhir, sebelum kita akhirnya sama2x diam;
"Jiancook ...!!!!"
Komentar
"Terima kasih Bu gusti..."
Seorang pengidap Psycho Homo Sapiens.
tapi kayaknya gak gitu deh....(sok tau:mode on)
Sedetail-detailnya seorang Sutradara.
ternyata bisa juga terlewat untuk mengantisipasi adegan
AKU LUPA JIKA KAU JUGA ADA DISINI..!!!!!
HUWAAAAAA....!!!
yo wislah.. wis kadung!!!
Pan disini kita bebas, ya nggak?
Free Your Mind, Your Voice...!!!
tp, mungkin memang pantas dia memuja wanita itu.
lha orang itu d'Mon yg cerita.
kok kamu sebegitu detail tahu ttg d'Mon?
Kamu siapa?
jgn2x kamu orang yg naksir d'Mon juga?
dia cerita apa aja padamu?