Eksekusi

Pertempuran telah sampai pada pinggir jurang dengan hanya ada sebilah bambu sebagai jembatan untuk menyeberang. Waktu telah habis untuk kembali menyandang pedang. Menatap tanah seberang dengan perasaan cemas dan penasaran. Tetap termangu di tepian penentuan. Dan tak mungkin melangkah menuruti hasrat sendiri. Karena sang “Penentu “ telah menggariskan takdir. Dalam hujan bimbang, ragu menahan sakit. Semua telah digambarkan abstrak dalam lukisan masa lalu.
Keawjiban dari Ibu Pertiwi mengharuskan untuk ke tepian jembatan. Dan atas Do’a-nya, semua dapat terjadi. Berjongkok dan menunggu. Hanya itu yang dapat dilakukan sekarang. Sambil membayangkan langit biru, laut luas, pulau bebas, dan hutan buas di seberang sana. Mungkin itu dapat meredakan hujan yang menganiaya jiwa.
Hanya karena kewajiban dari Ibu Pertiwi dan harapan dari Bidadari, masih saja jongkok di tepian jurang.
Hanya terucap mantra do’a kepadaNya. Semoga takdir Sang Raja Semesta mengharuskan menyeberangi bilah bamboo ini. Dan akhirnya masa depan seindah malam dengan untaian bintang. Dan Bidadari di samping sebelah kiri.
( Surakarta, 5 Juli 2000 )

Komentar